Persalinan dengan Kala satu memanjang
1. Pengertian
Persalinan dengan kala I lama adalah persalinan yang fase latennya berlangsung lebih dari 8 jam dan pada fase aktif laju pembukaannya tidak adekuat atau bervariasi; kurang dari 1 cm setiap jam selama sekurang-kurangnya 2 jam setelah kemajuan persalinan; kurang dari 1,2 cm per jam pada primigravida dan kurang dari 1,5 per jam pada multipara; lebih dari 12 jam sejak pembukaan 4 sampai pembukaan lengkap (rata-rata 0,5 cm per jam). Insiden ini terjadi pada 5 persen persalinan dan pada primigravida insidensinya dua kali lebih besar daripada multigravida (Simkin, 2005; Saifuddin, 2009)
2. Etiologi
Menurut Mochtar (2011), sebab-sebab terjadinya partus lama yaitu:
Kelainan letak janin
Kelainan-kelainan panggul
Kelainan his
Janin besar atau ada kelainan kongenital
Primitua
Ketuban pecah dini
3. Klasifikasi
Kala I lama diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:
Fase Laten Memanjang (Prolonged latent phase)
Adalah fase pembukaan serviks yang tidak melewati 3 cm setelah 8 jam inpartu (Saifuddin,2009)
Fase aktif memanjang (Prolonged Active Phase)
Adalah fase yang lebih panjang dari 12 jam dengan pembukaan serviks kurang dari 1,2 cm per jam pada primigravida dan 6 jam rata-rata 2,5 jam dengan laju dilatasi serviks kurang dari 1,5 cm per jam pada multigravida (Oxorn, 2010)
4. Patofisiologi
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kala I lama meliputi kelainan letak janin seperti letak sungsang, letak lintang, presentasi muka, dahi dan puncak kepala, Kelainan panggul seperti pelvis terlalu kecil dan CPD (cephalopelvic disproportion), kelainan his seperti inersia uteri, incoordinate uteri action. Kelainan-kelainan tersebut dapat mengakibatkan pembukaan serviks berjalan sangat lambat, akibatnya kala I menjadi lama (Saifuddin, 2009).
5. Faktor Predisposisi
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kala I lama antara lain:
Kelainan letak janin
Meliputi presentasi puncak kepala, presentasi muka, presentasi dahi, letak sungsang, letak melintang, dan presentasi ganda. Pada kelainan letak janin dapat menyebabkan partus lama dan ketuban pecah dini, dengan demikian mudah terjadi infeksi intrapartum. Sementara pada janin dapat berakibat adanya trauma partus dan hipoksia karena kontraksi uterus terus menerus (Mochtar, 2011).
Kelainan his
Menurut Wiknjosastro (2010) kelainan his antara lain :
Inertia Uteri
Hypotonic uterine contraction
Suatu keadaan dimana kontraksi uterus lebih lama, singkat, dan jarang daripada biasa. Keadaan umum penderita baik, dan rasa nyeri tidak seberapa. Selama ketuban masih utuh umumnya tidak banyak bahaya, baik bagi ibu maupun janin, kecuali jika persalinan berlangsung terlalu lama.
Inersia uteri sekunder
Timbul setelah berlangsungnya his kuat untuk waktu yang lama. Karena dewasa ini persalinan tidak dibiarkan berlangsung lama sehingga dapat menimbulkan kelelahan otot uterus, maka inersia sekunder jarang ditemukan, kecuali pada wanita yang tidak diberi pengawasan baik pada waktu persalinan.
His terlampau kuat (hypertonic uterine contraction)
His yang terlalu kuat dan terlalu efisien menyebabkan persalinan selesai dalam waktu yang singkat. Partus yang sudah selesai kurang dari tiga jam, dinamakan partus presipitatus: sifat his normal, tonus otot di luar his juga biasa, kelainan terletak pada kekuatan his. Bahaya partus presipitatus bagi ibu adalah terjadinya perlukaan luas pada jalan lahir, khususnya serviks uteri, vagina, dan perineum, sedangkan bayi bisa mengalami perdarahan dalam tengkorak karena bagian tersebut mengalami tekanan kuat dalam waktu yang singkat.
Incoordinate uterine action
Tidak adanya koordinasi antara kontraksi bagian atas, tengah, dan bawah menyebabkan his tidak efisien dalam mengadakan pembukaan sehingga menyebabkan kala I lama.
Kelainan lain
Meliputi pimpinan persalinan yang salah, janin besar atau ada kelainan kongenital, primi tua primer dan sekunder, perut gantung, grandemulti, ketuban pecah dini ketika serviks masih menutup, keras dan belum mendatar, kecemasan dan ketakutan atau respon stress, pemberian analgetik yang kuat atau terlalu cepat pada persalinan dan pemberian anastesi sebelum fase aktif, ibu bertubuh pendek <150 cm yang biasanya berkaitan dengan malnutrisi, riwayat persalinan terdahulu sectio caesarea, IUFD (Intra Uterine Fetal Death), ibu usia muda atau di bawah 17 tahun, adanya derajat plasenta previa yang tidak diketahui, atau adanya masa seperti fibroid yang muncul dari uterus atau serviks (Chapman, 2006; Simkin, 2005; Oxorn, 2010; Liu, 2007).
5. Tanda Klinis
Menurut Mochtar (2011) tanda klinis kala I lama terjadi pada ibu dan juga pada janin meliputi:
Pada ibu
Gelisah, letih, suhu badan meningkat, berkeringat, nadi cepat, pernapasan cepat dan meteorismus. Di daerah lokal sering dijumpai edema vulva, edema serviks, cairan ketuban yang berbau, terdapat mekonium.
Pada janin
Denyut jantung janin cepat/hebat/tidak teratur bahkan negatif; air ketuban terdapat mekonium, kental kehijau-hijauan, berbau.
Kaput suksedaneum yang besar.
Moulage kepala yang hebat.
Kematian janin dalam kandungan.
Kematian janin intra partal.
6. Komplikasi pada Ibu dan Janin Akibat Kala I Lama
Bagi ibu
1. Ketuban pecah dini
Apabila kepala tertahan pada pintu atas panggul, seluruh tenaga dari uterus diarahkan ke bagian membran yang meyentuh os internal. Akibatnya, ketuban pecah dini lebih mudah terjadi infeksi (Wijayarini, 2004).
2. Sepsis Puerperalis
Infeksi merupakan bahaya serius bagi ibu dan janin pada kasus persalinan lama, terutama karena selaput ketuban pecah dini. Bahaya infeksi akan meningkat karena pemeriksaan vagina yang berulang-ulang (Wijayarini, 2004).
3. Ruptur Uterus
Penipisan segmen bawah rahim yang abnormal menimbulkan bahaya serius selama persalinan lama. Jika disproporsi sangat jelas sehingga tidak ada engagement atau penurunan, segmen bawah rahim menjadi sangat teregang, dan dapat diikuti oleh ruptur (Cunningham, 2013).
4. Cedera dasar panggul
Cedera pada otot dasar panggul, persarafan, atau fasia penghubung adalah konsekuensi pelahiran pervaginam yang sering terjadi, terutama apabila pelahirannya sulit (Cunningham, 2013).
5. Dehidrasi
Ibu nampak kelelahan, nadi meningkat, tensi mungkin normal atau telah turun, temperatur meningkat (Manuaba, 2004).
6.Pemeriksaan dalam
Pada pemeriksaan dalam terdapat oedema serviks, dan air ketuban bercampur dengan mekoneum.
(Manuaba, 2004)
Bagi janin
Persalinan dengan kala I lama dapat menyebabkan detak jantung janin mengalami gangguan, dapat terjadi takikardi sampai bradikardi. Pada pemeriksaan dengan menggunakan NST atau OCT menunjukkan asfiksia intrauterin. Dan pada pemeriksaan sampel darah kulit kepala menuju pada anaerobik metabolisme dan asidosis. Selain itu, persalinan lama juga dapat berakibat adanya kaput suksidaneum yang besar (pembengkakan kulit kepala) seringkali terbentuk pada bagian kepala yang paling dependen, dan molase (tumpang tindih tulang-tulang kranium) pada kranium janin mengakibatkan perubahan bentuk kepala (Hollingworth, 2012 ; Manuaba, 2013 ; Wijayarini, 2004).
7. Diagnosis Penunjang
Oxorn (2010) mengatakan untuk menegakkan diagnosis diperlukan beberapa pemeriksaan penunjang antara lain :
Pemeriksaan USG untuk mengetahui letak janin.
Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kadar haemoglobin guna mengidentifikasi apakah pasien menderita anemia atau tidak.
Pemeriksaan sinar rontgen dilakukan jika diagnosis sulit ditegakkan karena terjadi moulage yang cukup banyak dan caput succedanum yang besar, pemeriksaan sinar rontgen dapat membantu menentukan posisi janin disamping menentukan bentuk dan ukuran panggul.
8. Prognosis
Bagi ibu
Persalinan lama terutama fase aktif memanjang menimbulkan efek terhadap ibu. Beratnya cedera meningkat dengan semakin lamanya proses persalinan, resiko tersebut naik dengan cepat setelah waktu 24 jam serta terdapat kenaikan insidensi atonia uteri, laserasi, perdarahan, infeksi, kelelahan ibu dan syok. Angka kelahiran dengan tindakan yang tinggi semakin memperburuk bahaya bagi ibu (Oxorn, 2010).
Bagi janin
Oxorn (2010) mengatakan bahwa semakin lama persalinan, semakin tinggi morbiditas serta mortalitas janin dan semakin sering terjadi keadaan berikut ini :
Asfiksia akibat partus lama itu sendiri
Trauma cerebri yang disebabkan oleh penekanan pada kepala janin
Cedera akibat tindakan ekstraksi dan rotasi dengan forceps yang sulit
Pecahnya ketuban lama sebelum kelahiran. Keadaan ini mengakibatkan terinfeksinya cairan ketuban dan selanjutnya dapat membawa infeksi paru-paru serta infeksi sistemik pada janin membawa akibat yang buruk bagi anak. Bahaya tersebut lebih besar lagi jika kemajuan persalinan pernah terhenti. Kenyataan ini khususnya terjadi saat kepala bayi macet pada dasar perineum untuk waktu yang lama sementara tengkorak kepala terus terbentur pada panggul ibu.
9. Penatalaksanaan
Menurut Saifuddin (2009), Simkin (2005) dan Oxorn (2010), penanganan umum pada ibu bersalin dengan kala I lama yaitu:
Nilai keadaan umum, tanda-tanda vital dan tingkat hidrasinya.
Tentukan keadaan janin:
Periksa DJJ selama atau segera sesudah his, hitung frekuensinya minimal sekali dalam 30 menit selama fase aktif.
Jika terdapat gawat janin lakukan sectio caesarea kecuali jika syarat dipenuhi lakukan ekstraksi vacum atau forceps.
Jika ketuban sudah pecah, air ketuban kehijau-hijauan atau bercampur darah pikirkan kemungkinan gawat janin.
Jika tidak ada air ketuban yang mengalir setelah selaput ketuban pecah, pertimbangkan adanya indikasi penurunan jumlah air ketuban yang dapat menyebabkan gawat janin.
Perbaiki keadaan umum dengan:
Beri dukungan semangat kepada pasien selama persalinan.
Pemberian intake cairan sedikitnya 2500 ml per hari. Dehidrasi ditandai adanya aseton dalam urine harus dicegah.
Pengosongan kandung kemih dan usus harus
Pemberian sedatif agar ibu dapat istirahat dan rasa nyerinya diredakan dengan pemberian analgetik (tramadol atau pethidine 25 mg). Semua preparat ini harus digunakan dengan dosis dan waktu tepat sebab dalam jumlah yang berlebihan dapat mengganggu kontraksi dan membahayakan bayinya.
Pemeriksaan rectum atau vaginal harus dikerjakan dengan frekuensi sekecil mungkin. Pemeriksaan ini menyakiti pasien dan meningkatkan resiko infeksi. Setiap pemeriksaan harus dilakukan dengan maksud yang jelas.
Apabila kontraksi tidak adekuat
Menganjurkan untuk mobilisasi dengan berjalan dan mengubah posisi dalam persalinan.
Rehidrasi melalui infus atau minum.
Merangsang puting susu.
Acupressure.
Mandi selama persalinan fase aktif.
Lakukan penilaian frekuensi dan lamanya kontraksi berdasarkan partograf.
Evaluasi ulang dengan pemeriksaan vaginal tiap 4 jam.
Apabila garis tindakan dilewati (memotong) lakukan sectio secarea.
Apabila ada kemajuan evaluasi setiap 2 jam.
Apabila tidak didapatkan tanda adanya CPD (Cephalopelvic disproportion) atau
Berikan penanganan umum yang kemungkinan akan memperbaiki kontraksi dan mempercepat kemajuan persalinan.
Apabila ketuban utuh maka pecahkan ketuban.
Apabila kecepatan pembukaan serviks pada waktu fase aktif kurang dari 1 cm per jam lakukan penilaian kontraksi uterus.
Lakukan induksi dengan oksitosin drip 5 unit dalam 500 cc dekstrosa atau NaCl.
Konsultasi dokter jika persalinan tidak ada kemajuan.
Persalinan dengan kala I lama adalah persalinan yang fase latennya berlangsung lebih dari 8 jam dan pada fase aktif laju pembukaannya tidak adekuat atau bervariasi; kurang dari 1 cm setiap jam selama sekurang-kurangnya 2 jam setelah kemajuan persalinan; kurang dari 1,2 cm per jam pada primigravida dan kurang dari 1,5 per jam pada multipara; lebih dari 12 jam sejak pembukaan 4 sampai pembukaan lengkap (rata-rata 0,5 cm per jam). Insiden ini terjadi pada 5 persen persalinan dan pada primigravida insidensinya dua kali lebih besar daripada multigravida (Simkin, 2005; Saifuddin, 2009)
2. Etiologi
Menurut Mochtar (2011), sebab-sebab terjadinya partus lama yaitu:
Kelainan letak janin
Kelainan-kelainan panggul
Kelainan his
Janin besar atau ada kelainan kongenital
Primitua
Ketuban pecah dini
3. Klasifikasi
Kala I lama diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:
Fase Laten Memanjang (Prolonged latent phase)
Adalah fase pembukaan serviks yang tidak melewati 3 cm setelah 8 jam inpartu (Saifuddin,2009)
Fase aktif memanjang (Prolonged Active Phase)
Adalah fase yang lebih panjang dari 12 jam dengan pembukaan serviks kurang dari 1,2 cm per jam pada primigravida dan 6 jam rata-rata 2,5 jam dengan laju dilatasi serviks kurang dari 1,5 cm per jam pada multigravida (Oxorn, 2010)
4. Patofisiologi
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kala I lama meliputi kelainan letak janin seperti letak sungsang, letak lintang, presentasi muka, dahi dan puncak kepala, Kelainan panggul seperti pelvis terlalu kecil dan CPD (cephalopelvic disproportion), kelainan his seperti inersia uteri, incoordinate uteri action. Kelainan-kelainan tersebut dapat mengakibatkan pembukaan serviks berjalan sangat lambat, akibatnya kala I menjadi lama (Saifuddin, 2009).
5. Faktor Predisposisi
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kala I lama antara lain:
Kelainan letak janin
Meliputi presentasi puncak kepala, presentasi muka, presentasi dahi, letak sungsang, letak melintang, dan presentasi ganda. Pada kelainan letak janin dapat menyebabkan partus lama dan ketuban pecah dini, dengan demikian mudah terjadi infeksi intrapartum. Sementara pada janin dapat berakibat adanya trauma partus dan hipoksia karena kontraksi uterus terus menerus (Mochtar, 2011).
Kelainan his
Menurut Wiknjosastro (2010) kelainan his antara lain :
Inertia Uteri
Hypotonic uterine contraction
Suatu keadaan dimana kontraksi uterus lebih lama, singkat, dan jarang daripada biasa. Keadaan umum penderita baik, dan rasa nyeri tidak seberapa. Selama ketuban masih utuh umumnya tidak banyak bahaya, baik bagi ibu maupun janin, kecuali jika persalinan berlangsung terlalu lama.
Inersia uteri sekunder
Timbul setelah berlangsungnya his kuat untuk waktu yang lama. Karena dewasa ini persalinan tidak dibiarkan berlangsung lama sehingga dapat menimbulkan kelelahan otot uterus, maka inersia sekunder jarang ditemukan, kecuali pada wanita yang tidak diberi pengawasan baik pada waktu persalinan.
His terlampau kuat (hypertonic uterine contraction)
His yang terlalu kuat dan terlalu efisien menyebabkan persalinan selesai dalam waktu yang singkat. Partus yang sudah selesai kurang dari tiga jam, dinamakan partus presipitatus: sifat his normal, tonus otot di luar his juga biasa, kelainan terletak pada kekuatan his. Bahaya partus presipitatus bagi ibu adalah terjadinya perlukaan luas pada jalan lahir, khususnya serviks uteri, vagina, dan perineum, sedangkan bayi bisa mengalami perdarahan dalam tengkorak karena bagian tersebut mengalami tekanan kuat dalam waktu yang singkat.
Incoordinate uterine action
Tidak adanya koordinasi antara kontraksi bagian atas, tengah, dan bawah menyebabkan his tidak efisien dalam mengadakan pembukaan sehingga menyebabkan kala I lama.
Kelainan lain
Meliputi pimpinan persalinan yang salah, janin besar atau ada kelainan kongenital, primi tua primer dan sekunder, perut gantung, grandemulti, ketuban pecah dini ketika serviks masih menutup, keras dan belum mendatar, kecemasan dan ketakutan atau respon stress, pemberian analgetik yang kuat atau terlalu cepat pada persalinan dan pemberian anastesi sebelum fase aktif, ibu bertubuh pendek <150 cm yang biasanya berkaitan dengan malnutrisi, riwayat persalinan terdahulu sectio caesarea, IUFD (Intra Uterine Fetal Death), ibu usia muda atau di bawah 17 tahun, adanya derajat plasenta previa yang tidak diketahui, atau adanya masa seperti fibroid yang muncul dari uterus atau serviks (Chapman, 2006; Simkin, 2005; Oxorn, 2010; Liu, 2007).
5. Tanda Klinis
Menurut Mochtar (2011) tanda klinis kala I lama terjadi pada ibu dan juga pada janin meliputi:
Pada ibu
Gelisah, letih, suhu badan meningkat, berkeringat, nadi cepat, pernapasan cepat dan meteorismus. Di daerah lokal sering dijumpai edema vulva, edema serviks, cairan ketuban yang berbau, terdapat mekonium.
Pada janin
Denyut jantung janin cepat/hebat/tidak teratur bahkan negatif; air ketuban terdapat mekonium, kental kehijau-hijauan, berbau.
Kaput suksedaneum yang besar.
Moulage kepala yang hebat.
Kematian janin dalam kandungan.
Kematian janin intra partal.
6. Komplikasi pada Ibu dan Janin Akibat Kala I Lama
Bagi ibu
1. Ketuban pecah dini
Apabila kepala tertahan pada pintu atas panggul, seluruh tenaga dari uterus diarahkan ke bagian membran yang meyentuh os internal. Akibatnya, ketuban pecah dini lebih mudah terjadi infeksi (Wijayarini, 2004).
2. Sepsis Puerperalis
Infeksi merupakan bahaya serius bagi ibu dan janin pada kasus persalinan lama, terutama karena selaput ketuban pecah dini. Bahaya infeksi akan meningkat karena pemeriksaan vagina yang berulang-ulang (Wijayarini, 2004).
3. Ruptur Uterus
Penipisan segmen bawah rahim yang abnormal menimbulkan bahaya serius selama persalinan lama. Jika disproporsi sangat jelas sehingga tidak ada engagement atau penurunan, segmen bawah rahim menjadi sangat teregang, dan dapat diikuti oleh ruptur (Cunningham, 2013).
4. Cedera dasar panggul
Cedera pada otot dasar panggul, persarafan, atau fasia penghubung adalah konsekuensi pelahiran pervaginam yang sering terjadi, terutama apabila pelahirannya sulit (Cunningham, 2013).
5. Dehidrasi
Ibu nampak kelelahan, nadi meningkat, tensi mungkin normal atau telah turun, temperatur meningkat (Manuaba, 2004).
6.Pemeriksaan dalam
Pada pemeriksaan dalam terdapat oedema serviks, dan air ketuban bercampur dengan mekoneum.
(Manuaba, 2004)
Bagi janin
Persalinan dengan kala I lama dapat menyebabkan detak jantung janin mengalami gangguan, dapat terjadi takikardi sampai bradikardi. Pada pemeriksaan dengan menggunakan NST atau OCT menunjukkan asfiksia intrauterin. Dan pada pemeriksaan sampel darah kulit kepala menuju pada anaerobik metabolisme dan asidosis. Selain itu, persalinan lama juga dapat berakibat adanya kaput suksidaneum yang besar (pembengkakan kulit kepala) seringkali terbentuk pada bagian kepala yang paling dependen, dan molase (tumpang tindih tulang-tulang kranium) pada kranium janin mengakibatkan perubahan bentuk kepala (Hollingworth, 2012 ; Manuaba, 2013 ; Wijayarini, 2004).
7. Diagnosis Penunjang
Oxorn (2010) mengatakan untuk menegakkan diagnosis diperlukan beberapa pemeriksaan penunjang antara lain :
Pemeriksaan USG untuk mengetahui letak janin.
Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kadar haemoglobin guna mengidentifikasi apakah pasien menderita anemia atau tidak.
Pemeriksaan sinar rontgen dilakukan jika diagnosis sulit ditegakkan karena terjadi moulage yang cukup banyak dan caput succedanum yang besar, pemeriksaan sinar rontgen dapat membantu menentukan posisi janin disamping menentukan bentuk dan ukuran panggul.
8. Prognosis
Bagi ibu
Persalinan lama terutama fase aktif memanjang menimbulkan efek terhadap ibu. Beratnya cedera meningkat dengan semakin lamanya proses persalinan, resiko tersebut naik dengan cepat setelah waktu 24 jam serta terdapat kenaikan insidensi atonia uteri, laserasi, perdarahan, infeksi, kelelahan ibu dan syok. Angka kelahiran dengan tindakan yang tinggi semakin memperburuk bahaya bagi ibu (Oxorn, 2010).
Bagi janin
Oxorn (2010) mengatakan bahwa semakin lama persalinan, semakin tinggi morbiditas serta mortalitas janin dan semakin sering terjadi keadaan berikut ini :
Asfiksia akibat partus lama itu sendiri
Trauma cerebri yang disebabkan oleh penekanan pada kepala janin
Cedera akibat tindakan ekstraksi dan rotasi dengan forceps yang sulit
Pecahnya ketuban lama sebelum kelahiran. Keadaan ini mengakibatkan terinfeksinya cairan ketuban dan selanjutnya dapat membawa infeksi paru-paru serta infeksi sistemik pada janin membawa akibat yang buruk bagi anak. Bahaya tersebut lebih besar lagi jika kemajuan persalinan pernah terhenti. Kenyataan ini khususnya terjadi saat kepala bayi macet pada dasar perineum untuk waktu yang lama sementara tengkorak kepala terus terbentur pada panggul ibu.
9. Penatalaksanaan
Menurut Saifuddin (2009), Simkin (2005) dan Oxorn (2010), penanganan umum pada ibu bersalin dengan kala I lama yaitu:
Nilai keadaan umum, tanda-tanda vital dan tingkat hidrasinya.
Tentukan keadaan janin:
Periksa DJJ selama atau segera sesudah his, hitung frekuensinya minimal sekali dalam 30 menit selama fase aktif.
Jika terdapat gawat janin lakukan sectio caesarea kecuali jika syarat dipenuhi lakukan ekstraksi vacum atau forceps.
Jika ketuban sudah pecah, air ketuban kehijau-hijauan atau bercampur darah pikirkan kemungkinan gawat janin.
Jika tidak ada air ketuban yang mengalir setelah selaput ketuban pecah, pertimbangkan adanya indikasi penurunan jumlah air ketuban yang dapat menyebabkan gawat janin.
Perbaiki keadaan umum dengan:
Beri dukungan semangat kepada pasien selama persalinan.
Pemberian intake cairan sedikitnya 2500 ml per hari. Dehidrasi ditandai adanya aseton dalam urine harus dicegah.
Pengosongan kandung kemih dan usus harus
Pemberian sedatif agar ibu dapat istirahat dan rasa nyerinya diredakan dengan pemberian analgetik (tramadol atau pethidine 25 mg). Semua preparat ini harus digunakan dengan dosis dan waktu tepat sebab dalam jumlah yang berlebihan dapat mengganggu kontraksi dan membahayakan bayinya.
Pemeriksaan rectum atau vaginal harus dikerjakan dengan frekuensi sekecil mungkin. Pemeriksaan ini menyakiti pasien dan meningkatkan resiko infeksi. Setiap pemeriksaan harus dilakukan dengan maksud yang jelas.
Apabila kontraksi tidak adekuat
Menganjurkan untuk mobilisasi dengan berjalan dan mengubah posisi dalam persalinan.
Rehidrasi melalui infus atau minum.
Merangsang puting susu.
Acupressure.
Mandi selama persalinan fase aktif.
Lakukan penilaian frekuensi dan lamanya kontraksi berdasarkan partograf.
Evaluasi ulang dengan pemeriksaan vaginal tiap 4 jam.
Apabila garis tindakan dilewati (memotong) lakukan sectio secarea.
Apabila ada kemajuan evaluasi setiap 2 jam.
Apabila tidak didapatkan tanda adanya CPD (Cephalopelvic disproportion) atau
Berikan penanganan umum yang kemungkinan akan memperbaiki kontraksi dan mempercepat kemajuan persalinan.
Apabila ketuban utuh maka pecahkan ketuban.
Apabila kecepatan pembukaan serviks pada waktu fase aktif kurang dari 1 cm per jam lakukan penilaian kontraksi uterus.
Lakukan induksi dengan oksitosin drip 5 unit dalam 500 cc dekstrosa atau NaCl.
Konsultasi dokter jika persalinan tidak ada kemajuan.
Komentar